Membina Rumah Tangga Bahagia

Muntadaquran.net - Rumah tangga merupakan sumber kekuatan masyarakat. Keluarga laksana sel-sel yang membentuk tubuh masyarakat; jika keluarga baik niscaya masyarakat pun menjadi baik. Demikian sebaliknya jika keluarga rusak maka rusak pula tatanan masyarakat.
Rumah tangga bahagia merupakan dambaan setiap insan, baik mereka yang memasuki jenjang tersebut, maupun yang tengah menapakinya. Namun mendirikan rumah tangga bahagia bukan suatu yang ringan, diperlukan jihad yang besar, pengorbanan yang tinggi, karenanya mewujudkan rumah tangga bahagia mutlak diperlukan pribadi-pribadi yang tangguh dan kokoh, agar mampu menahan badai dan ombak yang menerpa biduk rumah tangga.
Kebahagiaan hakiki bersumber dari Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui kebutuhan makhlukNya. Maka kebahagiaan dalam rumah tangga tidak lepas dari nilai Islam sebagai agama yang diturunkan Allah swt untuk mengatur kehidupan manusia.
Tipe rumah tangga bahagia selanjutnya Allah perlihatkan lewat utusanNya Rasulullah saw. Sebagai umatnya kita diwajibkan untuk meneladani beliau dalam masalah hidup dan kehidupan. FirmanNya :
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari Akhirat, dan dia banyak menyebut asma Allah” (QS al-Ahzab: 21).

Konsepsi Rumah Tangga Dalam Islam.
Konsepsi rumah tangga dalam Islam dapat kita lihat dari hal-hal berikut:
1. Rumah tangga dalam Islam merupakan ajaran yang rinci, karena aturan dalam pembentukan keluarga begitu banyak, mulai masalah perkawinan, prosedur perkawinan, hak-hak suami istri, aturan berpoligami, perceraian beserta syarat-syaratnya, hak-hak anak dalam keluarga, rasa solidaritasdan toleran antar sesama anggota keluarga.
2. Hukum-hukum rumah tangga dalam Islam berhubungan erat dengan keimanan, karenanya hidup berkeluarga dalam Islam adalah kehidupan sakral, karena berlandaskan asas ketundukan dan ketakwaan kepada Allah swt (baca ayat-ayat: 2:177. 107:1-2, 6:151, 17:23).
3. Pernikahan sebagai langkah awal dari kehidupan berumah tangga muncul dari sebagian tanda keagungan dan kebesaran Allah swt (baca QS. 30:21).
4. Di dalam al-Qur’an dapat kita lihat penjelasan Allah swt tentang keadilan Islam dalam mengatur antara hak dan kewajiban pria dan wanita ( baca QS. 2:228, 3:195, 4:32).
5. Di dalam pelaksanaan hukum-hukum, Islam tidak berdiri atas aturan pemberian sanksi, tetapi lebih berasaskan sikap preventif (Baca QS 24:30-31, 17:32, 4:34, 4:128, 2:235-237, 4:19).

Tujuan Membina Rumah Tangga Dalam Islam.
Agar manusia dapat melaksanakan kehidupan rumah tangga dengan benar dan baik, maka Islam menjelaskan tujuan-tujuan berumah tangga sebagai berikut :
1. Al-Istimta’ (mencapai kesenangan syahwati) dengan pemenuhan kebutuhan biologis seseorang (baca QS 7:32, 57:27). Karena manusia dianugrahkan allah kecenderungan-kecenderungan seksual, maka Islam mengarahkan kecenderungan tersebut dengan ikatan suci dan bersih, yakni pernikahan (baca QS 4:25, 5:5). Rasulullah saw pun mengarahkan: “Wahai para pemuda, siapa diantara kalian memiliki kemampuan, hendaklah ia (segera) menikah, sebab ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia lakukan shaum, karena shaum baginya berfungsi sebagai perisai (bagi kehormatannya)”.
2. Meraih ketenangan jiwa dan hubungan kasih sayang. Dengan berumah tangga seseorang mengharapkan sakinah (ketenangan) mawaddah (cinta) dan rahmah (rasa sayang), sebagaimana penjelasan Allah swt dalam QS 30:21, 2: 187).
3. Rumah tangga berfungsi sebagai sarana penerus generasi (baca QS 4:1, 2:223). Karena setiap orang tua memiliki fitrah berupa harapan mempunyai keturunan untuk melanjutkan perjuangan hidupnya (baca QS 21:89-90, 14:39).
4. Adanya unsur pendidikan anak dalam kehidupan rumah tangga, Islam mengarahkan agar membina rumah tangga bertujuan membina generasi muslim yang komit dan istiqomah dengan ajaran Islam, agar mereka siap mengemban amanat menegakkan risalah Islam dalam kehidupan.
5. Rumah tangga juga berfungsi sebagai sarana pembentuk nilai-nilai kebaikan dalam masyarakat, karena keluarga adalah sebuah elemen dari unsur-unsur masyarakat. Keluarga-keluarga yang baik diharapkan dapat merealisasi konsep kerja sama dalam menebar kebaikan di masyarakat (baca QS. 5:2, 66:6, 25: 74).
6. Rumah tangga yang dibina dapat memelihara masayarakat dari kemerosotan moral, karena pernikahan berfungsi sebagai pengarah kecenderungan seksual seseorang, sehingga terpelihara dari perbuatan-perbuatan menyimpang dan tidak terpuji (baca QS 4:24, 23: 5-7).

Makna dan Nilai Pernikahan Dalam Paradigma al-Qur’an.
Pernikahan dalam Islam tidak sekadar pelampiasan syahwat pasangan hidup yang telah melaksanakan akad pernikahan tersebut. Tetapi pernikahan memiliki makna yang lebih dalam lagi. Pandangan tersebut didasarkan pada makna asal dan nilai dari kata pernikahan dalam al-Qur’an :
1. Pernikahan dalam terminology al-Qur’an disebut dengan istilah zawaj bermakna asal hidup berpasangan. Sementara hidup berpasangan itu merupakan fitrah kauniah yang Allah ciptakan (baca QS 51:49, 36:36).
2. Hidup berpasangan juga berarti saling melengkapi satu sama lain dalam kehidupan (baca QS 30:21).
Dari 2 makna asala zawaj tersebut Islam mewajibkan kepada 2 pasangan anak manusia yang bertekad untuk melakukannya agar melakukan pernikahan (baca QS 13:38, 24:32).
Untuk pelaksanaan pernikahan yang benar dan baik, Islam menentukan rambu-rambu yaitu rukun dan syarat sahnya pernikahan yang banyak dibahas dalam buku-buku fiqh Islam, antara lain sbb :
1. Dua pihak yang saling mengikat janji harus mumayyaz (mampu membedakan antara yang benar dan salah).
2. Kesepakatan kata ijab qabul (transaksi), artinya tidak ada lagi suara sumbang yang akan mengganggu kelancaran ijab qabul atau masih ada pihak yang belum sepakat dengan dilangsungkannya pernikahan.
3.    Kalimat ijab qabul tidak saling berbeda. Seperti ucapan wali (pengucap ijab) “saya nikahkan kamu dengan putri saya Fulanah dengan mas kawin emas 500 gram tunai. Sementara pengantin pria (pengucap qabul) menjawab “saya terima nikahnya Fulanah dengan mahar ‘dicicil’.
4.Konsentrasi penuh kedua pihak pengikat janji ini dalam memahami maksud kata-kata dan ungkapan dalam akad pernikahan.
Demikian juga Islam menganjurkan khitbah (meminang). Seorang muslim yang berazam  (berkeinginan kuat) melangsungkan pernikahan, dibolehkan datang kepada wanita yang akan dinikahi, atau mewakilkan seseorang untuk meminangnya, dianjurkan bagi yang meminang melihat seseorang yang dipinang.
Shahabat Mughirah bin Syu’bah berkata: “Ketika saya meminang seorang wanita, nabi saw bertanya “Sudahkah engkau melihatnya ? Saya menjawab: “belum”. Beliau bersabda: “Lihatlah ia, karena hal itu akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih di antara kalian (HR Nasai 6/70 dan diriwayatkan juga oleh Imam Muslim).

Makna & Formulasi SAMARA Dalam Al-Qur’an.
SAMARA (sakinah, mawaddah dan rahmah) adalah obsesi setiap insan yang melakukan prosesi pernikahan, sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat ar-Rum ayat 21.
Para mufassir mengatakan, bahwa ayat ini merupakan tanda rahmat, karunia dari Allah yang Maha Besar, yang menjadikan manusia saling hidup berpasangan, untuk mewujudkan ketentraman, cinta dan kasih sayang. Pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan kembali, bahwa penciptaan dua pasangan manusia untuk mewujudkan mawaddah dan rahmah sebagai kebesaran al-Khaliq (Sang Pencipta Tunggal).
Pada ayat ini Allah swt memberikan rumusan tentang upaya mewujudkan SAMARA sbb :
Zawaj > Sakinah > Mawaddah & Rahmah

Maksudnya rumusan tersebut adalah bahwa sakinah (ketentraman) yang didambakan setiap insan hendaknya ditempuh dengan jalan zawaj (pernikahan sah), bukan di luar pernikahan. Maka Islam tidak memperkenalkan konsep ‘pacaran’ apalagi ‘kumpul kebo’.
Selanjutnya sakinah tersebut pada gilirannya akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih (mawaddah dan rahmah). Karenanya pernikahan bagi seorang muslim merupakan jalan Robbani yang dirancang Allah untuk menumbuhkan ketentraman, rasa kasih dan sayang diantara suami istri.
Karenanya pula maka untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia itu seyogyanya mengikuti aturanNya. Artinya kesejahteraan rumah tangga akan didapat manakala mahligai rumah tangga yang dibangun mengikuti prosedur (tata tertib) yang Allah buat.
Ada pertanyaan lain yang perlu dijelaskan disini. Apa standar SAMARA ? Untuk menjawab pertanyaan besar ini perlu kita renungkan, bahwa dalam setiap khutbah nikah Rasulullah saw selalu membaca rangkai 3 ayat yang begitu padat dengan pesan-pesan untuk menggapai mahligai rumah tangga SAMARA.
Rangkaian ayat tersebut adalah (QS 3:102, 4:1, 33: 70-71). 3 ayat ini mengandung nilai dan perintah takwa kepada Allah swt. Sehingga dapat dipahami, bahwa tidak mungkin akan terwujud SAMARA, kecuali jika sejak awal prosesi pernikahan, bahkan proses pra nikah, hingga mendapat keturunan, selalu berjalan di atas rel takwa yaitu ketundukan dan kepatuhan kepada ajaran Allah swt.

Kiat Menuai SAMARA.
Pertanyaan yang tidak kurang pentingnya adalah “Bagaimana kita dapat mewujudkan SAMARA” ?
1. Fungsionalisasi Peran-peran Dalam Keluarga. Untuk tegaknya rumah tangga sakinah mutlak diperlukan memahami fungsi setiap anggota keluarga. Fungsi suami sebagaimana termaktub dalam suart an-Nisa ayat 34 adalah Qowwam (penegak), suami sebagai pilar utama dari sebuah bangunan. Tegak tidaknya pilar qowwam ini akan mempengaruhi tegak tidaknya bangunan rumah tangga sakinah. Namun pilar tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi harus didukung dengan pilar lain yaitu fungsi istri yang shalihah yaitu yang qonitah (tunduk dan patuh) dan hafizhah (memelihara kehormatan dan harta). Dan tidak kalah penting dukungan factor pilar fungsi anak-anak yaitu Qurratu a’yun (para penyejuk dan penenang hati), tidak membuat keonaran dan kegundahan anggota keluarga lainnya.
2. Merealisasi Tafahum dan Ta’awun Dalam Keluarga. Tafahum (saling memahami) dan ta’awun (saling Bantu) dalam kehidupan rumah tangga merupakan salah satu cara mewujudkan kebaikan, sebab saling tolong menolong dalam kebaikan merupakan perintah Allah yang dapat memberikan pencerahan dalam kehidupan jika perintah tersebut dilaksanakan. Imam Bukhari meriwayatkan dari shahabat Al-Aswad r.a, bahwa Nabi saw menjahit pakaiannya sendiri, menambal sendalnya. Demikian istri dapat berperan dalam membantu pekerjaan-pekerjaan suami, seperti membantu peningkatan ekonomi keluarga, karena hal itu bernilai shadaqah. Seperti halnya Zainab istri Abdullah bin Mas’ud yang memberikan shadaqah kepada suaminya yang tidak mampu bekerja. Bentuk Ta’awun lain dalam keluarga adalah saling bekerja sama dalam mewujudkan anak-anak harapan dan dambaan orang tua.
3. Komunikasi Efektif Dalam Keluarga. Membangun rumah tangga sakinah sangat diperlukan proses komunikasi yang efektif, untuk menyepakati langkah-langkah dan strategi melaksanakan program dalam keluarga. Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan dan sekaligus dapat dijadikan dasar-dasar komunikasi, sbb :
a. Menyesuaikan perkataan dengan perbuatan. Kalau seorang suami berkata “saya telah banyak membantu istri meringankan pekerjaannya, namun masih saja ia meletakkan tasnya di sembarang tempat setiap kali ia pulang kerja, padahal ia tahu bahwa perbuatan itu sangat tidak disukai sang istri.
b. Menerima kritik dan saran membangun, demi perbaikan diri dan keluarga. Jika kita berani mengkritik maka kita juga harus lapang dada untuk dikritik. Namun hendaknya diperhatikan adab dan tata cara kritik (seperti: tidak dengan emosi, memilih waktu dan kondisi yang tepat dsb).
c. Ta’aruf (saling mengenal) sifat dan karakter suami istri, salah satu langkah untuk memudahkan tehnis dan sistem komunikasi dalam keluarga.
d. Husnun-niyah (niat baik). Masing-masing harus mempunyai keyakinan dan niat yang baik, sehingga tidak keluar kata-kata mengejek, memojokkan, apalagi sampai menyakitkan hati. Kita harus ingat, bahwa teman bicara kita adalah qurratu a’yun (penyejuk hati) dan kekasih kita.

Akhirnya, mendambakan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga selama di dunia hanyalah merupakan obsesi yang bersifat sementara, karena ia akan berakhir dan akan pupus dengan berakhirnya kehidupan kita di dunia.
Dambaan “berkumpulnya seluruh anggota keluarga di Syurga” itulah yang seharusnya menjadi tumpuan dan cita-cita setiap kita. Bilakah terjadi ?
Usaha meningkatkan iman dan upaya pendalaman ajaran Islam serta membela menegakkan panji Islam adalah jalan yang harus ditempuh setiap orang yang mengidamkan kebahagiaan hidup hakiki.
“dan orang-orang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka” (ayat 21 surat ath-Thur).
Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan kemudahan kepada kita untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam rumah tangga kita, menuju keluarga sakinah dan bahagia, amin.
(Penulis: Muhammad Firdaus, BA)
(Sumber: taufik-hamim.com/the)
Share this post :

Posting Komentar

Test Sidebar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Daarun Nuroin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger